Senin, 18 Januari 2010

Cinta itu kadang membuatku rapuh….

Dalam setiap jenjang pendidikan yang kutempuh, dari mulai SD, SMP, SMA, sampai kuliah ini, aku selalu memiliki beberapa orang yang menjadi sahabat dekatku. Aku ingat, ketika SD dulu aku bersahabat dengan Andika, Krisna(aku kehilangan kontaknya dengan mereka hingga saat ini), juga Parmadi.

Kemudian saat SMP, yaitu ketika aku terdampar di sebuah kelas mewah di pojokan, aku bersahabat dengan hampir semua rekan2 akselku, tapi tidak ada yang istimewa selain wali kelasku waktu itu, Bu Lusi (yang sekarang telah menjadi kepala SMP Taruna Bakti), Bu Rini, dan juga Bu Andjani (guru PKn ku yang memiliki metode pembelajaran yang tiada duanya).

Ketika SMA, beberapa sahabatku seperti Khairul Anwar dan Ronggo menjadi sosok yang selalu mengontrol diriku yang selalu sembrono dalam mengambil keputusan, terutama dalam OSIS dan di ta’mir masjid ketika itu. Ada juga Adi Bestara dan juga Azis yang selalu menemaniku dan aku temani belajar mendekati UAN dan ulangan harian yang biasanya diadakan seperti ujian semester dalam seminggu penuh tanpa ada kegiatan belajar mengajar. Ada juga sahabat2ku di masjid seperti Abrar dan Fandi yang menemaniku berdiskusi dalam masalah2 agama dan juga sains – teknologi. DI sma ini sangat banyak sahabatku, karena ketika itu aku hidup berasrama, tidaklah mungkin aku menyebutkan mereka satu persatu.

Begitu pula di saat kuliah sepeti ini. Beberapa orang sahabat mewarnai keseharianku, sekedar saling nyepet (walaupun kadang2 agak kurang ajar), belajar bersama, saling mengingatkan dan mendukung, atau bahkan melakukan kegiatan fisik bersama-sama. Tentunya aku tidak ingin dulu menyebutkan nama-nama mereka, takut mereka ge-er atau keki karena namanya disebut dalam tulisanku ini.

Namun demikian, aku selalu ingat bahwa seringkali aku merasa jiwaku labil ketika kesempatan yang diberikan ALLOH untuk hidup berdampingan dengan mereka terpaksa harus dipisahkan jarak atau waktu (kesibukan, dsb). Aku ingat ketika malam keakraban aku menangis sejadi-jadinya karena aku sadar bahwa aku akan berpisah dengan sebuah institusi yang mendewasakan diriku (walaupun sisi kekanakan dalam diriku sekarang tetap saja lebih besar, hahaha)dan sahabat-sahabat yang juga mengalami hal-hal dan suka duka asrama semi militer bersamaku. Aku ingat malam itu adik kelasku sepertinya merasa agak terpukul dengan kepergianku dan betapa banyak amanah yang aku titipkan padanya di masjid ketika itu. Aku pun ingat pagi itu kami melakukan passing out, sebuah prosesi di mana kami keluar kampus melewati boulevard dan bersalaman dengan warga SMA yang berbaris mengiring kepergian kami sepanjang boulevard. Seringkali setiap langkah diiringi dengan isak tangis perpisahan. Sahabat2ku ketika itu seperti Adi sangat erat memeluk diriku, mungkin karena ternyata pilihan kuliahnya dan pilihan kuliahku berbeda ; aku teknik dan ia kedokteran.

Aku juga ingat ketika SMP aku harus berpisah dengan guru-guru yang aku cintai seperti Ibu Nina Hendrarini (aku baru saja bertemu dengannya kembali di Jalan Pahlawan beberapa hari yang lalu), Bu Anjani, dan Bu Lusi, juga segelintir anak2 aksel yang kesehariannya diwarnai dengan tugas yang nyaris satu bab matematika dan fisika setiap minggunya. Belum lagi pelajaran yang lainny. Sebuah kenangan yang tidak pernah bisa dilupakan.

Okay, biasanya jiwaku hanya akan labil ketika mendekati masa-masa perpisahan dengan sahabat-sahabatku. (Ada baiknya aku memanggil saudara karena sahabat adalah layaknya saudara bagiku). Namun taukah kau kawan? Tiba-tiba hari ini aku merasa labil. Di saat libur di mana pertemuan menjadi agak susah (karena yang rumahnya di luar Bandung pulang kampung dan yang rumahnya di Bandung akan jarang ke kampus karena rumahnya rata2 jauh) aku yang dalam kesehariannya berjiwa sanguinis akan merasa agak kesepian.

Di saat seperti ini aku kembali mengenang bagaimana seorang sanguin seperti aku begitu merasa nyaman dengan orang-orang yang aku cintai, dengan orang-orang yang biasa diajak berdiskusi atau sekedar melakukan aktivitas atau hobi bersama.
Di saat kuliah ini tentunya kami memiliki sebuah tujuan yang sama : menggapai gelar sarjana. Namun aku membayangkan bagaimana ketika kami diwisuda nanti, tentunya aku dan saudara2ku akan menggapai mimpi kami masing-masing. Ada yang ingin berbisnis, melanjutkan usaha orang tua, melanjutkan pendidikan ke luar negeri, atau bekerja di sebuah perusahaan IT atau telekomunikasi dan mendapatkan income yang banyak. Aku membayangkan aku dan saudaraku harus berselisih jalan, menggapai mimpi kami masing-masing.

Ya, itu adalah sebuah periode yang singkat, kesedihannya pun biasanya tidak lama (setidaknya tidak akan lebih dari satu tahun bagiku). Namun adalah sebuah fase dalam kehidupan yang membuat jiwaku sangat labil.

Sedih rasanya, ketika membayangkan seseorang yang telah berjuang bersama kau, kawan, memperjuangkan agama, rencana jangka pendek yang kau miliki, atau sekedar melakukan hobi bersama ternyata mungkin besok tidak lagi berada di samping asramamu lagi, tidak lagi bersamamu di kelas Programming, mengerjakan tugas bersama, atau mengikuti lomba bersama. Namun tentunya tidak ada dua mimpi yang identik. Aku ingat bahkan, salah seorang rekanku di SMA yang kembar, menempuh jalan yang berbeda, salah satunya di kelas IPA, dan lainnya di kelas IPS.

Yak, itulah aku yang sanguin. Aku seringkali menjadi sosok yang menyenangkan (walaupun kadang sering bikin emosi) dan memberi warna dalam hidup saudara2ku. Tapi aku sangat tergantung pada kau kawan, sangat tergantung pada dukungan kau untuk menggapai mimpiku. Aku dapat mencapai hasil yang luar biasa ketika kalian ada di sampingku. Namun aku khawatir aku tidak bisa menggapainya ketika aku sendiri, setidaknya ketika aku yang sanguin ini sendiri (ummm…. kadang aku melankholis).

Kadang aku berimajinasi, dengan penuh harap tentunya, saudaraku dan aku menggapai mimpi kami bersama, membesarkan anak2 kami bersama, dan bahkan menjalani masa tua bersama. Namun apalah mimpi2 itu. Bahkan seorang Ibu tidak bijak jika berharap anaknya akan terus disisinya, apalah aku ini yang hanyalah satu dari sekian banyak orang yang menemani kalian dalam fase singkat dalam hidup kalian……

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Pada akhirnya kita akan sampai ke terminal, berpindah ke kendaraan berikutnya.....
Dan saat-saat indah bersama teman akan menjadi kenangan selamanya, yang mungkin suatu ketika akan bersua kembali