Kamis, 19 Maret 2009

Kahim HMIF : Pemimpin Organisasi juga pemimpin massa

Semaraknya Pemilu Himpunan Mahasiswa Informatika (HMIF) kali ini akhirnya kembali memberikan inspirasi bagi saya untuk menulis blog ini.

Seperti biasa, dalam sistem pemilu demokrasi (yang konon tidak sesuai dengan sistem politik Rasul Muhammad saw.) terjadi suatu massa di mana masing2 calon menonjolkan dirinya masing-masing dan menonjolkan proker2nya. beberapa pertanyaan yang menurut saya kurang pantas untuk dijawab pun bermunculan, misalnya "Apa sih yang Anda tonjolkan dari seorang Fulan (diri Anda sendiri) untuk menjadi Ketua Himpunan?". Namun pertanyaan penting pun tentu mendominasi

Posisi kahim memang penting untuk memimpin organisasi HMIF. membawa semua divisinya menuju HMIF yang lebih baik. dalam hal ini tentu saja Kahim memiliki posisi sebagai pemimpin Organisasi

Namun, di luar itu semua, tentu saja HMIF sebagai wadah berkumpulnya massa - agar memiliki fungsi pencerdasan - terutama dalam hal keprofesian - harus mengadopsi keinginan, impian, dan tujuan anggota2nya. sehingga memiliki daya tarik untuk menjadi satu2nya tempat di mana seorang anggota dapat mengembangkan dirinya sesuai minat dan impiannya.

Masalahnya adalah, ketika suatu organisasi massa tadi hanya memberikan proker kepada pengurusnya (yang baru, pasca kaderisasi) tanpa memberikan suatu apapun yang mengadopsi impian para anggota baru ini, masih pantaskah seseorang untuk menghabiskan masa kuliahnya yang singkat di organisasi tersebut?

Ketika rapat terakhir, seorang rekan saya berkata bahwa impiannya dulu adalah memenangi lomba IT bergengsi (demi ybs saya tidak menyebutkan namanya dan lombanya), dengan sangat berharap himpunan dapat membantunya dalam menggapai impian tersebut. namun apa yang terjadi ketika masuk dan dilantik sebagai anggota biasa? proker mengejarnya, membebaninya dengan tanggungjawab tanpa mendapatkan apa yang ia impikan, sesuai dengan iming2 bahwa Himpunan jurusan adalah organisasi keprofesian.

Mungkin hal yang sama juga dirasakan oleh banyak orang, sehingga wajarlah jika banyak yang memilih untuk menggapai mimpinya dengan cara yang lain. setidakna hal tersebutlah yang mungkin dirasakan oleh rekan2 saya yang tidak mengikuti kaderisasi dan memilih untuk menjadi seorang anggota muda. karena tentunya mereka akan tahu (termasuk saya) mimpi saya tidak akan diakomodir oleh organisasi yang (katanya) berbasis keprofesian ini. alih2 "membuang waktu" karena ketidaktertarikan pada organisasi ini, sebagian dari anggota muda ; termasuk saya ; mencari sesuatu yang lebih berguna untuk mengisi hidup yang waktunya semakin sempit ini.

dan saya pun tahu - sesungguhnya - jikalau ada perubahan maka perubahan itu tidak akan terjadi dalam setahun dua tahun - yang artinya, saya tidak berpikir untuk mengubah status keanggotaan saya

3 komentar:

Anonim mengatakan...

top posting bos...

krisis organisasi sekarang ada di marketingnya, kader membayar dengan loyalitas untuk mendapat kesamaan visi...

sayangnya ketika kader ditanya, mereka bingung sudah dibawa ke mana dengan organisasi. lucu kasusnya kalo organisasi minta loyalitas, tapi anggota sendiri ga punya jiwa yang sama dengan organisasi

Anonim mengatakan...

Kenapa gak disampaikan ke Himpunan aja kalau ada penyimpangan mengenai makna "keprofesian" dalam organisasi,,

Anonim mengatakan...

pada akhirnya, memang terdapat "deal or no deal" antara kader dengan organisasinya. dan ini harus adil, menurut saya.
kader harus merasakan mimpinya diwujudkan, tapi organisasi juga harus tetap berjalan dengan bantuan sang kader..
sebenarnya, belum tentu himpunan yg salah kalo kader gak memanfaatkan himpunan tersebut..