Hahahaha. Jangan jerat saya dengan UU HAKI ya gara2 saya menggunakan judul yang setipe dengan puisi berjudul “Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma”. Karena toh saya tidak pernah berniat untuk membuat puisi pada kesempatan kali ini.
Saya ingin menceritakan bagaimana perjalanan saya dari Cisitu Lama bersama teman2 saya, Reza Pebrian (Metalurgi 2007), Reza Firdaus (Metalurgi 2007), dan Fitrian Pambudi (Elektro 2007). Ya, mereka semua orang Malang, dan memang (sepertinya) hanya memang orang Malang yang awalnya ingin diajak. Tapi syukurlah saya bisa nyelop di antara mereka. Toh saya juga sama2 orang Jawa (a.k.a Magelang). Hahahaha
Perjalanan ini bermula dari surving teman saya di internet mengenai Curug Malela. Sebuah Niagara mini yang sangat indah yang kalo ga salah terletak di Desa Malela, Kecamatan Rongga (CMIIW). Awalnya saya harus latihan bela diri di Pindad, tapi ya memang mengunjungi Curug Malela adalah keinginan saya, terlebih lagi salah seorang rekan saya yang pernah berwacana bersama untuk jalan2 dari Tangkuban Perahu ke Gunung Burangrang membatalkannya (Hiks hiks). Akhirnya, saya memutuskan untuk pergi ke curug Malela bersama rekan2 saya yang tiga orang itu.
Perjalanan dari Bandung (Cisitu Lama) ke Curug Malela ternyata memakan waktu cukup panjang. Kami berangkat dari Cisitu pukul 07.00 dan baru sampai ke Curug pada pukul 12.30, yaitu sekitar 4 jam mengendarai motor (tentu saja ditambah makan, isi bensin, ke kamar kecil, foto-foto di jalan, dan tanya2 orang ketika menemui persimpangan jalan) ditambah sekitar satu setengah jam berjalan kaki (termasuk ngemil di jalan, duduk sementar kecapekan menikmati pemandangan, foto-foto, dan ditambah kepeleset beberapa kali gara2 jalanan sangat licin.
Jika dihitung dengan spidometer motor saya, ternyata perjalanan berjarak sekitar 80km. Wew, itu adalah perjalanan motor yang paling panjang yang pernah saya lakukan. Tambah 50KM lagi dan saya sudah sampai Jakarta. Hahahaha
Rute yang kami lalui kurang lebih : (CMIIW, again)
- Cisitu Lama
- Cimindi
- Bundaran Leuwi Gajah
- Cangkorah
- Batujajar
- Cililin
- Gunung Halu (ini nama daerah deh, ga tau beneran ada Gunungnya apa ga)
- Sindangkerta
- Bunijaya (Sindangkerta dulu atau Bunijaya dulu yak?)
- Kecamatan Rongga (sepertinya Malela itu ada di pojoknya Kecamatan Rongga)
- Cicadas (bukan cicadas yang ada di deket Antapani, tapi)
- Malela
Luar biasa panjang kan? Kalo rekan ingin mengunjungi Malela, silahkan menanyakan satu per satu daerah tersebut di atas, soalnya setahu saya orang-orang di Batujajar sekalipun tidak semuanya tahu di manakah Malela itu berada. Hahaahaha. Tapi kalo rekan ingin mencoba dengan kendaraan umum, cobalah salah satu rute yang diinformasikan rekan blogger yang lain di link ini
Setelah setengah perjalanan berlalu, dan saya sempat foto2 bareng teman seperjalanan. Nah, kebetulan saya hanya menyimpan versi sendiriannya :P : (itu tiang listrik bikin rusak pemandangan deh)
Setelah melalui PTPN VIII, jalan mulai berbatu. Kasihan juga shock breaker motor saya yang baru diganti itu. Hahahaha. Dan akhirnya, perjalanan dengan kendaraan harus saya akhiri di rumah salah seorang penduduk (saya lupa menanyakan namanya). Dari situ, saya berjalan sekitar satu jam setengah (ditambah kepeleset, kecapean, dan lain-lain). Sayangnya, hutannya bekas hutan tebangan, jadinya tidak begitu lebat lagi. Tapi, dengan demikian saya bisa melihat suasana sekitar yang dikelilingi oleh pegunungan yang luar biasa indah.
setelah berjalan 45 menit di atas jalan yang berbatu, kami mendengar bunyi air yang sangat deras. Ya, bunyi air terjun. Semangat kami yang tadi sudah hampir tenggelam dengan kelelahan yang sangat, akhirnya kembali muncul kembali. Kami lantas bergegas ke arah sumber suara itu. Sesaat kemudian, kami mulai melihat curug dari atas (bukan puncak) gunung yang baru saja kami lalui
Ternyata, jalan yang kami lalui berikutnya sangat licin. Pepohonan yang rindang membuat sinar matahari tidak langsung menyentuh tanah membuat kami harus ekstra hati-hati menuruni lereng gunung menuju ke curug yang sudah hampir terlihat dari atas gunung. Teman saya japir (reza firdaus) untungnya menggunakan sepatu khusus ekspedisi jadi ga licin2 amat. Tapi japeb (Reza Pebrian) pake sepatu buat kuliah. Jadi agak kewalahan beliau. Nah saya lebih kewalahan lagi, karena saya ga suka jalan turun, ditambah licin lagi. Kalo kepeleset berabe deh. Pelan2 aja biar selamat. Hahahaha
Nah, setelah melalui jalan licin dan menyeramkan (seram kalo jatuh) itu Sang Niagara Mini makin terlihat. Jalan berikutnya hanya dikelilingi oleh semak belukar (tangan saya sempat kena batang putri malu yang berduri. Sakitnya baru kerasa sampe rumah. Hahaha. 7 jam kemudian)
Setelah dari situ, sampailah kami di Niagara Mini. Luar biasa memang tempatnya. Kami sempat bertemu dengan salah satu guide kami tempat kami menitipkan motor yang membantu tim kami (minus saya, takut kecebur soalnya) menyeberangi sebatang bambu menuju ke batu ditengah sungai tersebut. Udaranya segar sekali. Kata emak sih, karena H2O yang saling bertubukkan dengan kecepatan tinggi menghasilkan O3 yang tidak stabil, dan kemudian langsung jadi air lagi. O3nya yang bikin seger (katanya sih, ga tau juga gw deh. Hahahaha)
Agak rame di foto itu, soalnya kami sampai di sana berbarengan dengan beberapa keluarga yang berasal dari Cicaheum, yang menyewa sebuah kendaraan umum untuk sampai ke curug ini. Luar biasa bukan? Mereka beristirahat sejenak di rumahnya bapak2 yang jadi guide kami (saya lupa menanyakan namanya. Huhuhu >.<)
Saya menunaikan solat zuhur di salah batu di sana, saya gabung langsung dengan ashar karena ternyata perjalanan kami 80 km lebih sekali jalan. wew.
Pulangnya, saya melewati rute lain menghindari cangkorah karena jalannya mak, berlubang dan berlumpur sampai motor saya langsung kotor. (sempat mencak2 sama pemerintah kabupaten bandung barat yang apatis soal jalan itu. “Pajak rakyat dipake buat apa PaaakkK!!!!”)
Kami sempat bertemu rekan saya Wafdan untuk menanyakan rute mana yang paling baik untuk menghindari kemacetan malam minggu. Akhirnya, kami memutuskan lewat Cijerah karena Cimindi pastinya penuh banget. Alhasil, kami sampai Cisitu lagi tanpa terkena macet sedikitput. Thanks dan. Wkwkwkwkwk.
Kalo rekan2 ada yang mau tanya soal Curug ini, silahkan email saya atau tulis komen di bawah. YM juga OK. Oh ya, kami diberi tahu oleh salah seorang penjual Mie di pertigaan Cicadas (sekali lagi bukan Cicadas yang deket Antapani) bahwa ada beberapa Curug lain yang tidak kalah indah dengan Curug Malela, salah satunya adalah Curug Buana. Beliau berpesan kalo mau ke sana ntar beliau antarkan (saya lupa namanya, Bapak Jaki atau Bapak Jaka yak?) Tingga cari beliau di dekat mesjid Alhuda Cicadas dan beliau insya ALLOH akan menjadi guide nya.
Ok kawan, ada yang menjelajahi kebesaran ALLOH melalui ciptaanNYA lagi bersama saya?
6 komentar:
Catatan perjalanan rekan saya bisa dilihat di link http://www.facebook.com/note.php?note_id=394611863338 gan! Ada foto2 yang jepretannya lebih profesional. Hahahaha
*pandang2 foto Zul, apakah emang mirip Bams seperti yg dikatakan Pambudi...
Hyaaa. Jauh jauh jauh. Hahahaha
Asik jalan-jalannya Zul. Begitulah anak IF, hanya bisa jalan-jalan kalau sudah selesai UAS.
Iya Pak, alhamdulillah. Sebenarnya sudah dari dulu ingin ke Malela. Tapi saya tidak tahu rutenya. Dan memang agak jauh....
Mau ngoreksi, yang anak Malang itu cuma Reza Firdaus aja (teman SMA awak). Si Reza Pebrian ma Pambudi itu anak Surabaya zul...
Wah, aku yang anak "Malang" kok nggak diajak juga ya... hehehe...
Posting Komentar